Sabtu, 16 April 2016

Karena Hidup Hanya Sementara maka Kita Harus Berarti Bagi Orang Lain

Shabrina Husna Al-Nida namanya, seorang mapres dari SITH angkatan 2010 dengan segudang prestasi dan pengalaman. Saat ini sedang hamil 5 bulan :). Padahal dulu saat pertama kali melihat beliau, saya dan teman saya berbisik "orang maca apa ya yang akan memperistri orang sehebat beliau?" dan sekarang kita telah mengetahui siapa itu hehe.

Saya melihat beliau untuk pertama kali saat acara simfoni (kalau tidak salah) di salman. Kala itu, beliau terlihat sangat menawan akan kecantikan, prestasi, serta semangat beliau dalam pendidikan maupun dalam pembinaan agama. Satu hal yang masih sangat membekas di kepala saya kala itu adalah "seberapa jauhnya jalan yang harus ditempuh untuk mendapatkan pembinaan, kita harus tetap hadir dan menyempatkan diri untuk selalu dibina, karena hidup adalah pembinaan sejak lahir hingga nanti kita tiada". Hal itu yang hingga saat ini menjadi pemicu semangat saya untuk selalu datang pembinaan meskipun sedang sangat malas ataupun sedang ditimpa berbagai kesibukan lain.

Kedua kalinya saya bertemu beliau di acara daurah yang dilaksanakan di Lembang. Saat itu, beberapa kali dalam daurah nasi yang kami makan sangat berbeda dengan nasi yang biasa kami makan yaitu nasi jagung. Nasi yang sangat padat gizi, namun hanya membutuhkan 1/10 dari ukuran beras padi biasa untuk menghasilkan kuantitas nasi masak yang sama. Saat itu kami masih lempeng saja makan nasi itu tanpa berpikir siapa yang menciptakan ide sehebat itu. Dan ternyata jawaban dari pertanyaan yang tidak terppikirkan itu datang saat pertemuan ketiga KKN Tematik ITB 2016.

Kak Shabrina lah yang ternyata mengembangkan komoditas suatu desa di Jawa Barat, yaitu jagung yang awalnya hanya disalurkan ke perusahaan pakan ternak menjadi beras jagung yang dapat kita konsumsi sehari-hari. Dari basis banyak orang Indonesia yng kesulitan makan teteapi jagung yang dihasilkan justru menjadi pakan ternak mendorong beliau dan tim utuk mengembangkan komoditas ini. Dan uwala saat ini desa tersebut telah dapat mengembangkan komoditasnya secara mandiri dan beras jagung semakin banyak diminati karena adanya gerakan sehari tanpa nasi.

Memang awalnya tak mudah, kata beliau. Banyak hal yang harus dipersiapkan mulai dari mengganti komoditas tanaman mereka yang awalnya jagung kuning menjadi jagung putih yang dapat diolah, mempersiapkan alat untuk mengolah jagung, mengajari masyarakat desa menggunakan alat, hingga pemasaran. Namun memang selalu ada buah yang dipetik setelah menanam. Kucuran keringat kak Shabrina dan tim akhirnya membuahkan hasil, hingga NGO yang mereka kalola dapat melibatkan quadrohelix dalam keberjalanannya. Keren sekali bukan?

Namun ternyata, bukan hanya beras jagung saja yang beliau kembangkan. Beliau bersama tm telah memiliki beberapa desa binaan yang tersebar di Jawa Barat yang telah memasuki fase menjadi mandiri selama ttiga tahun terakhir. Decak kagum tak lepas dari kami (peserta KKN T) saat mendengarkan kuliah beliau hingga akhir, karena hidup beliau sunguh sangat bermanfaat bagi orang lain. Dan jika saya berkaca pada diri saya sendiri, apa yang telah saya lakukan selama ini? Bahkan yang pada diri sendiri saja saya sering mendzaliminya, astaghfirullah. Dan ternyata, prinsip hidup beliau adalah "Karena hidup hanya sementara dan akan rugi jika hidup kita tidak berarti bagi orang lain, maka jika kita melakukan suatu hal yang tidak memiliki efek bagi orang lain sebaiknya ganti saja apa yang kita lakukan". Maka hiduplah agar dapat bermanfaat bagi orang banyak.

Semoga setiap langkah yang kita ambil dapat membawa keberkahan bagi orang lain.. amiiin

Sabtu, 17 Oktober 2015

Setiap Orang Memiliki Gayanya Masing-Masing

A : "Duh capek nih..."
B : "Coba kamu semangatin orang lain biar kamu ikut semangat"
A : "Kok gitu?"
B : "Yaa kan kalo kamu endorse orang lain, otomatis diri sendiri bakalan ikut looping.."

Begitulah pembicaaran malam itu berakhir. Ada yang menggantung dalam benakku mendengar kata-katanya, namun logikanya sangat berterima. Setiap orang memiliki sisi baik dan buruknya masing-masing yang sisi baik dari tiap orang tersebut dapat saling menutupi kekurangan dari yang lain. Begitulah pemahaman baru yang aku dapatkan malam itu darinya.

Jika dikaitkan dengan kepemimpinan, setiap orang akan memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Kepemimpinan di sini tidak selamanya berarti menjadi orang yang memegang jabatan tertinggi, namun kepemimpinan ini juga berarti orang-orang yang 'dipimpin'. Karena dalam menjalankan kegitannya, orang-orang yang 'dipimpin' tersebut juga pasti memiliki kepemimpinan. Jika yang 'dipimpin' tidak memiliki kepemimpinan, maka sekumpulan orang tersebut akan kacau dan tujuan mereka tidak akan pernah tercapai. Gaya kepemimpinan orang dalam sekumpulan tersebut yang berbeda-beda dapat saling melengkapi satu sama lain dan dapat menjadi sarana dalam akselerasi dalam mencapai tujuan bersama.

Rabu, 11 Februari 2015

Untukmu yang Selalu Menularkan Semangat Padaku

Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan 'kata-kata mutiara' dari seorang teman. Kata-kata tersebut berbunyi :
"Bahkan yang terlihat Kuat pun harus ada yang Menguatkan,
Bahkan yang terlihat Bersemangat pun harus terus Menyemangati,
Bahkan yang terlihat Paham pun harus terus Dipahamkan,
Karena itulah Allah menjadikan Nabi Harun as Penguat Nabi Musa as."
-sahabatmu amanahmu-

Saya memiliki seorang teman yang selalu tersenyum dan selalu menularkan kebahagiannya. Dia selalu menolong orang yang dalam kesulitan walaupun ia sendiri juga dalam kesulitan. Sungguh belum pernah sekalipun aku melihat guratan sedih bahkan cemberut di wajahnya. Seharusnya kami merasakan lelah yang sama, penat yang sama, serta beban yang sama. Atau bahkan ia merasakannya lebih dari yang aku rasakan. Namun aku selalu merasa kalah jika kepenatan yang aku rasakan telah mencapai puncaknya. 

Namun lihatlah ia, ia dengan segala kerendah-hatiannya, dengan segala kekurangan yang ia miliki, ia selalu menolong orang lain. Ia tak pernah sedikitpun terlihat kalah dengan kepenatannya. Ia yang memiliki amanah lebih besar saja bisa selalu tersenyum kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya. Bahkan hingga membuat orang di sekelilingnya juga ikut tersenyum bersamanya. 

Namun apakah kalian tahu apa yang ada dalam hati serta pikirannya? Mungkin saja ia merasa kesepian (walaupun ia selalu dikelilingi oleh orang-orang baik). Mungkin ia merasa jenuh dengan keadaannya (walaupun bibirnya selalu saja menyunggingkan senyum hangatnya). Atau mungkin ia merasa 'down'? (walaupun ia selalu terlihat bersemangat di setiap kegiatan yang ia lakukan). Di sinilah peran kita sebagai teman, kita juga harus selalu menyemangati orang sepertinya, kita juga harus selalu menemani orang sepertinya. Karena kita tidak tahu dengan pasti apa yang ia rasakan serta ia pikirkan.

Terima kasih kepada ACS yang telah menjadi inspirasi tulisan ini :)

Rabu, 17 Desember 2014

Hikmah dari Novel "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"

"Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"
"Bahwa Hidup harus menerima... penerimaan yang indah. Bahwa Hidup harus mengerti… pengertian yang benar. Bahwa Hidup harus memahami… pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan."

"Tak ada yang perlu disesali. Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah ke mana. Dan kami akan mengerti, kami akan memahami… dan kami akan menerima."

Kalimat di atas merupakan kutipan kata-kata Dede saat mengunjungi makam ibunya setelah dua tahun pernikahan Oom Danar dan Tante Ratna. Kata-kata tersebut sebenarnya berlaku dalam lingkup yang universal, dalam seluruh aspek kehidupan. Namun, saya di sini hanya akan membahas bagian yang "manyakitkan"nya saja.

Setelah ditimpa sebuah musibah, sebagian besar dari kita mungkin akan merasa down, sedih, atau merasakan hal-hal negatif lainnya. Hanya sedikit dari kita yang langsung mengambil hikmah maupun bersyukur karena masih diingatkan melalui musibah yang kita terima. Musibah sebenarnya adalah sarana Allah untuk menguji tingkat keimanan makhluk-Nya. Apakah kita sudah bisa dikategorikan sebagai makhluk yang memiliki iman yang kuat atau belum. Dan sesungguhnya musibah itu diberikan Allah sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Sesuai dengan firman Allah pada surat Al Baqarah ayat 286. "Laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha" Jadi saat kita didera musibah apapun, ingatlah ayat ini dan yakinlah kita pasti dapat melalui musibah tersebut. Karena sesuai janji Allah, musibah yang kita terima tidak akan melebihi kemampuan kita.

Dalam novel tersebut dikisahkan bahwa Tania dan Dede seakan ditimpa musibah secara beruntun. Setelah kehilangan ayah mereka, Tania dan Dede serta ibu mereka diusir dari kontrakan mereka karena tidak mampu membayar biaya sewa. Setelah menerima secercah harapan untuk masa depan, ibu mereka justru menjadi sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal. Namun akhirnya mereka dapat bangkit kembali karena hidup memang harus tetep berjalan. Apapun yang terjadi pada kita, kita harus tetap melanjutkan hidup karena kita pasti diciptakan Allah dengan tujuan tertentu. Tujuan itulah yang harus kita cari, yang pasti kita harus dapat "bermanfaat bagi orang yang ada di sekitar kita".

Musibah ataupun ujian datang bukan untuk merobohkan kita. Mereka datang untuk membuat kita semakin kuat dan tegar. Walaupun penerimaan kita terhadap ujian tersebut memakan waktu, namun kita akan menerima, mengerti serta memahami mengapa musibah tersebut terjadi pada kita. Serta selanjutnya kita akan dapat menarik hikmah atas musibah yang telah menerima kita tersebut.

Semoga Allah selalu menyertai dalam setiap langkah kita. Amin

Rabu, 10 Desember 2014

An-Najm (53) : 39

"Dan bahwasanya manusia tidak akan memperoleh selain yang diusahakannya" (An Najm : 39)

Suatu ayat yang sangat menohok hati saya di akhir semester pertama perkuliahan saya ini. Mengapa saya baru melihat ayat itu pada hari selasa, 9 Desember 2014 ini? Di saat hamper segala ujian tengah semester dan ujian akhir semester akan segera usai. Di saat index prestasi semester ini sudah mulai bermunculan. Mengapa saya tidak melihatnya sejak awal semester? Pertanyaan itulah yang saya tanyakan setelah melihat ayat itu hingga saat ini.
Namun saya sadar, menyesal bukanlah suatu cara yang dapat memperbaiki index saya. Saya mulai sadar bahwa Allah punya rencana. Allah pasti memiliki sesuatu yang makhluk-Nya tidak ketahui. Ilmu Allah sangatlah luas. Khusnudzan kepada Allah adalah satu-satunya cara yang bias saya lakukan selain berusaha lebih untuk menghadapi UAS yang belum terlaksana.
Ayat tersebut juga mengingatkan saya pada potongan ayat yang lain, yaitu surat Ar-Ra'du ayat 11:
"Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum tersebut mengubahnya sendiri"
Ya Allah, hamba-Mu ini merasa sangat banyak menyia-nyiakan kesempatan yang telah Engkau berikan kepada hamba. Banyak waktu yang terbuang percuma. Malihat teman-teman saya yang lain yang dengan gigih belajar dalam bidang akademik serta organisasi membuat saya malu. Saya selalu berkata berkata bahwa "apalah seorang saya ini, tidak memiliki skill dalam bidang apapun". Namun, saya sadar, jika saya mau mengembangkan suatu keahlian saya dalam suatu bidang, saya pasti akan menguasai skill tersebut.
Jadi dari pengalaman saya ini, mari kita belajar agar tidak menyia-nyiakan waktu serta kesempatan ang telah Allah berikan kepada kita lagi. Mari kita manfaatkan segala hal yang ada di hadapan kita dengan semaksimal mungkin agar tidak ada penyesalan pada diri kita nanti. Saya juga masih belajar dalam hal ini, jadi mari kita saling mengingatkan serta saling menguatkan.
Semoga bermanfaat :)