Shabrina Husna Al-Nida namanya, seorang mapres dari SITH angkatan 2010 dengan segudang prestasi dan pengalaman. Saat ini sedang hamil 5 bulan :). Padahal dulu saat pertama kali melihat beliau, saya dan teman saya berbisik "orang maca apa ya yang akan memperistri orang sehebat beliau?" dan sekarang kita telah mengetahui siapa itu hehe.
Saya melihat beliau untuk pertama kali saat acara simfoni (kalau tidak salah) di salman. Kala itu, beliau terlihat sangat menawan akan kecantikan, prestasi, serta semangat beliau dalam pendidikan maupun dalam pembinaan agama. Satu hal yang masih sangat membekas di kepala saya kala itu adalah "seberapa jauhnya jalan yang harus ditempuh untuk mendapatkan pembinaan, kita harus tetap hadir dan menyempatkan diri untuk selalu dibina, karena hidup adalah pembinaan sejak lahir hingga nanti kita tiada". Hal itu yang hingga saat ini menjadi pemicu semangat saya untuk selalu datang pembinaan meskipun sedang sangat malas ataupun sedang ditimpa berbagai kesibukan lain.
Kedua kalinya saya bertemu beliau di acara daurah yang dilaksanakan di Lembang. Saat itu, beberapa kali dalam daurah nasi yang kami makan sangat berbeda dengan nasi yang biasa kami makan yaitu nasi jagung. Nasi yang sangat padat gizi, namun hanya membutuhkan 1/10 dari ukuran beras padi biasa untuk menghasilkan kuantitas nasi masak yang sama. Saat itu kami masih lempeng saja makan nasi itu tanpa berpikir siapa yang menciptakan ide sehebat itu. Dan ternyata jawaban dari pertanyaan yang tidak terppikirkan itu datang saat pertemuan ketiga KKN Tematik ITB 2016.
Kak Shabrina lah yang ternyata mengembangkan komoditas suatu desa di Jawa Barat, yaitu jagung yang awalnya hanya disalurkan ke perusahaan pakan ternak menjadi beras jagung yang dapat kita konsumsi sehari-hari. Dari basis banyak orang Indonesia yng kesulitan makan teteapi jagung yang dihasilkan justru menjadi pakan ternak mendorong beliau dan tim utuk mengembangkan komoditas ini. Dan uwala saat ini desa tersebut telah dapat mengembangkan komoditasnya secara mandiri dan beras jagung semakin banyak diminati karena adanya gerakan sehari tanpa nasi.
Memang awalnya tak mudah, kata beliau. Banyak hal yang harus dipersiapkan mulai dari mengganti komoditas tanaman mereka yang awalnya jagung kuning menjadi jagung putih yang dapat diolah, mempersiapkan alat untuk mengolah jagung, mengajari masyarakat desa menggunakan alat, hingga pemasaran. Namun memang selalu ada buah yang dipetik setelah menanam. Kucuran keringat kak Shabrina dan tim akhirnya membuahkan hasil, hingga NGO yang mereka kalola dapat melibatkan quadrohelix dalam keberjalanannya. Keren sekali bukan?
Namun ternyata, bukan hanya beras jagung saja yang beliau kembangkan. Beliau bersama tm telah memiliki beberapa desa binaan yang tersebar di Jawa Barat yang telah memasuki fase menjadi mandiri selama ttiga tahun terakhir. Decak kagum tak lepas dari kami (peserta KKN T) saat mendengarkan kuliah beliau hingga akhir, karena hidup beliau sunguh sangat bermanfaat bagi orang lain. Dan jika saya berkaca pada diri saya sendiri, apa yang telah saya lakukan selama ini? Bahkan yang pada diri sendiri saja saya sering mendzaliminya, astaghfirullah. Dan ternyata, prinsip hidup beliau adalah "Karena hidup hanya sementara dan akan rugi jika hidup kita tidak berarti bagi orang lain, maka jika kita melakukan suatu hal yang tidak memiliki efek bagi orang lain sebaiknya ganti saja apa yang kita lakukan". Maka hiduplah agar dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Semoga setiap langkah yang kita ambil dapat membawa keberkahan bagi orang lain.. amiiin